eori sederhana biasanya selalu terungkap
di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sering kali tanpa sadar kita
sesungguhnya telah berteori. Teori muncul karena adanya suatu kebutuhan
manusia untuk memberikan penjelasan akan berbagai kenyataan yang ada.
Teori lahir karena manusia membutuhkan pengetahuan.
Secara kategoris dapat dikatakan bahwa
pengetahuan terdiri atas unsur experiental reality dan agreement
reality. Experiental realitiy adalah pengetahuan yang kita dapat
berdasar pengalaman kita sehari-hari, sedangkan agreement reality adalah
pengetahuan yang kita dapat berdasar kesepakatan bersama.
Jika dalam kehidupan sehari-hari kita
bisa mendapatkan pengetahuan dari salah satu unsur yang ada, maka dalam
ilmu pengetahuan, pengetahuan didapat dengan mengombinasikan kedua
unsur tersebut. Dalam ilmu pengetahuan, pengembangan pengetahuan
dilakukan bukan hanya dari pengamatan langsung pada kenyataan, namun
melalui proses pengujian dalam pikiran manusia sendiri. Dalam konteks
sosiologi, teori diklasifikasi ke dalam tiga paradigma utama, yaitu
order paradigm, pluralist paradigm, serta conflict paradigm. Perbedaan
dari masing-masing paradigma dilandaskan pada asumsi dasar yang
menyertainya dalam hal hakikat dasar manusia, masyarakat, serta ilmu
pengetahuan.
Konstruksi Teori
Teori terbentuk berdasar beberapa
komponen, yaitu konsep, variabel, serta indikator. Teori sendiri
diartikan sebagai sejumlah pernyataan yang terangkai secara sistematis,
dan dapat digunakan untuk memberikan penjelasan tentang suatu fenomena
atau gejala. Komponen yang ada dengan demikian terangkai di dalam
pernyataan. Konsep diartikan sebagai lambang, simbol atau kata yang
berarti tentang sesuatu.
Konsep ada yang memiliki unidimensional
(dimensi tunggal) dan ada yang multidimensional. Dengan beragamnya
konsep, maka perlu adanya definisi dari konsep, yang bisa berbeda
antara satu dengan yang lain. Dalam definisi konsep tersebut terkandung
dimensi konsep dan juga kelompok konsep (concept cluster). Variabel
adalah konsep yang telah memiliki variasi nilai. Variasi nilai dari
konsep tersebut kita sebut sebagai kategori. Variabel adalah konsep
yang sudah terukur dan bersifat lebih empirik dibanding konsep.
Ukuran-ukuran yang bisa digunakan untuk mengukur konsep adalah
indikator.
Teori juga dibedakan ke dalam beberapa
klasifikasi, yaitu berdasar arah penalarannya kita bedakan antara teori
yang menggunakan pendekatan induktif dan teori yang menggunakan
pendekatan deduktif, berdasar tingkat kenyataan sosial teori dibedakan
menjadi teori mikro, meso, dan makro. Berdasar bentuk penjelasannya,
teori dibedakan menjadi teori yang menggunakan penjelasan kausal, teori
yang menggunakan penjelasan struktural, serta teori yang menggunakan
penjelasan interpretif.
SEJARAH TEORI SOSIOLOGI KLASIK
Kekuatan Sosial dalam Perkembangan Teori Sosiologi
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perubahan berupa revolusi sosial politik
serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak-dampak yang tidak saja
bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru.
Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan
kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan
sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi
masalah-masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk
masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan
kehidupan politik (revolusi Prancis sejak tahun 1789 menjadi cikal bakal
perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan
kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran baru
di bidang sosial.
Kekuatan Intelektual Lahirnya Teori Sosiologi
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat, di antaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perubahan berupa revolusi sosial politik
serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak-dampak yang tidak saja
bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru.
Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan
kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan
sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi
masalah-masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk
masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan
kehidupan politik (revolusi Prancis sejak tahun 1789 menjadi cikal bakal
perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan
kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran baru
di bidang sosial.
Teori Sosiologi Menjelang Abad Ke-20
Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan teori sosiologi di Amerika
diawali oleh perkembangan keilmuan di dua universitas, yaitu di Chicago
University dan Harvard University. Namun demikian, dalam perjalanan
waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi ke beberapa
universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas lain
yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang
sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan.
Di Chicago University dikenal adanya
sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok Chicago School.
Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I. Thomas,
Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett
Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh
seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George
Homans. Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga
sedikitnya terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut
sebagai teori di luar mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah
pemikiran dari kelompok teori Marxian.
Pengetahuan perkembangan teori di
Amerika sangat penting mengingat teori-teori yang berkembang di Amerika
ini kemudian menjadi pusat perhatian dunia pada tahun 1960-an dan
1970-an. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, bangkit pula
teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan oleh George Homans
berdasarkan pemikiran psychological behaviorism dari B.F. Skinner.
Teori Sosiologi Setelah Pertengahan Abad 20
Perkembangan teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).
Perkembangan teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).
Seperti teori umumnya, teori struktural
fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli lainnya. Bahkan
menjelang tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap telah
mengalami kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural
fungsional sejalan dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di
dalam tatanan dunia.
Sejalan dengan perkembangan teori
sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya Peter Blau,
yang dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional.
Padahal pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori
marxian. Hampir mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah
karya Mill mengenai sosiologi radikal.
Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah
buku yang mengkaji masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun
1962 menerbitkan buku berjudul The Marxists. Keradikalan Mills dalam
mengungkap fenomena sosial menjadikannya ia tersingkir dan menjadi ahli
pinggiran dalam kancah sosiologi Amerika. Bukunya yang terkenal adalah
The Sociological Imagination (1959). Isi buku tersebut diantaranya
adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.
Perkembangan selanjutnya adalah teori
pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan berdasarkan pemikiran
psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori
interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai
awal kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari
interaksionisme simbolik.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an
muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan perspektif sosiologi
kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang dikenal pula
dengan nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan
perkembangan teori sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di
antaranya adalah teori integrasi mikro-makro (micro-macro integration),
integrasi struktur-agensi (agency-structure integration), sintesis
teoritis (theoritical syntheses), dan metateori (metatheorizing).
MENGENAL DIRI DAN PEMIKIRAN AUGUSTE COMTE (1798-1857)
Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan. Auguste Comte
adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah
“sosiologi” untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri
pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi
suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah berkembang
pesat sejalan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam hal itu, Auguste Comte
diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi.
Auguste Comte pada dasarnya bukanlah
orang akademisi yang hidup di dalam kampus. Perjalanannya di dalam
menimba ilmu tersendat-sendat dan putus di tengah jalan. Berkat
perkenalannya dengan Saint-Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan
Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan
dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar,
kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya
dianggap kurang berhasil.
Pemikirannya yang dikenang orang secara
luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan gambaran mengenai
metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen,
perbandingan, dan analisis sejarah.
Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial
Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Sosiologi adalah menyelidiki hukum-hukum
tindakan dan reaksi terhadap bagian-bagian yang berbeda dalam sistem
sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan
hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) di antara
unsur-unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.
Penjelasan mengenai gejala sosial,
menurut Comte dapat diperoleh melalui 1) kajian terhadap struktur
masyarakat berdasarnya konsep statika sosial, dan 2) kajian perubahan
atau perkembangan masyarakat berdasarkan konsep Comte yang disebut
dinamika sosial (social dynamics). Comte mendefinisikan statika sosial
sebagai kajian terhadap kaidah-kaidah tindakan (action) dan tanggapan
terhadap bagian-bagaian yang berbeda dalam suatu sistem sosial (Ritzer,
1996). Sedangkan dinamika sosial adalah studi yang berupaya mencari
kaidah-kaidah tentang gejala-gejala sosial di dalam rentang waktu yang
berbeda. Berbeda dengan itu, statika sosial hanya mencari kaidah- kaidah
gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya.
HERBERT SPENCER
Riwayat HIdup dan Awal Karir Herbert Spencer
Herbert Spencer adalah seorang filsuf, sosiolog pengikut aliran sosiologi organis, dan ilmuwan pada era Victorian yang juga mempunyai kemampuan di bidang mesin. Pemuda Spencer pada usia 17 tahun diterima kerja di bagian mesin untuk perusahaan kereta api London dan Birmingham. Kariernya bagus sehingga dipercaya sebagai wakil kepala bagian mesin. Setelah beberapa waktu lamanya bekerja di perusahaan kereta api, kemudian pindah pekerjaan menjadi redaktur majalah The Economist yang saat itu terkenal.
Herbert Spencer adalah seorang filsuf, sosiolog pengikut aliran sosiologi organis, dan ilmuwan pada era Victorian yang juga mempunyai kemampuan di bidang mesin. Pemuda Spencer pada usia 17 tahun diterima kerja di bagian mesin untuk perusahaan kereta api London dan Birmingham. Kariernya bagus sehingga dipercaya sebagai wakil kepala bagian mesin. Setelah beberapa waktu lamanya bekerja di perusahaan kereta api, kemudian pindah pekerjaan menjadi redaktur majalah The Economist yang saat itu terkenal.
Spencer mempunyai sebuah kemampuan yang
luar biasa dalam hal mekanik. Hal ini akan ikut serta mewarnai seluruh
imajinasinya tentang biologi dan sosial di masa yang akan datang.
Spencer adalah seorang pembaca yang luar biasa, kolektor yang tekun
mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini,
dan penulis yang produktif. Ia mengembangkan sistem filsafat dengan
aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme
jeremy Bentham. Spencerlah yang menggunakan istilah Survival of the
fittest pertama kali dalam karyanya Social Static (1850) yang kemudian
dipopulerkan oleh Charles Darwin. Spencer selain menerbitkan buku
lepas, juga menerbitkan buku dan artikel berseri. Beberapa diantaranya
adalah Programme of a System of Synthetic Philosophy (1862-1896) yang
meliputi biologi, psikologi, dan etika.
Spencer mempopulerkan konsep ‘yang
kuatlah yang akan menang’ (Survival of the fittest) terhadap
masyarakat. Pandangan Spencer ini kemudian dikenal sebagai ‘Darwinisme
sosial’ dan banyak dianut oleh golongan kaya (Paul B Horton dan Chester
L. Hunt, Jilid 2 1989: 208).
Terbitnya buku Principles of Sociology
karya Herbert Spencer yang berisi pengembangan suatu sistematika
penelitian masyarakat telah menjadikan sosiologi menjadi populer di
masyarakat dan berkembang pesat. Sosiologi berkembang pesat pada abad
20, terutama di Perancis, Jerman, dan Amerika
Pandangan Herbert Spencer tentang Sosiologi
Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sosiolog sesudahnya, baik secara sadar atau tidak sadar.
Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sosiolog sesudahnya, baik secara sadar atau tidak sadar.
Spencer memperkenalkan pendekatan baru
sosiologi yaitu merekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama
dalam bukunya First Prinsciple. Dalam bukunya ini Spencer membedakan
fenomena tersebut dalam 2 fenomena yaitu fenomena yang dapat diketahui
dan fenomena yang tidak dapat diketahui. Di sini Spencer kemudian
mencoba menjembatani antara ilham dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya Spencer memulai dengan 3
garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran universal,
yaitu adanya materi yang tidak dapat dirusak, adanya kesinambungan
gerak, dan adanya tenaga dan kekuatan yang terus menerus.
Di samping tiga kebenaran universal
tersebut di atas, menurut Spencer ada 4 dalil yang berasal dari
kebenaran universal, yaitu kesatuan hukum dan kesinambungan,
transformasi, bergerak sepanjang garis, dan ada sesuatu irama dari
gerakan.
Spencer lebih lanjut mengatakan bahwa
harus ada hukum yang dapat menguasai kombinasi antara faktor-faktor
yang berbeda di dalam proses evolusioner. Sedang sistem evolusi umum
yang pokok menurut Spencer seperti yang dikutip Siahaan, ada 4 yaitu
ketidakstabilan yang homogen, berkembangnya faktor yang berbeda-beda
dalam ratio geometris, kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang
berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan
atau segregasi, dan adanya batas final dari semua proses evolusi di
dalam suatu keseimbangan akhir.
Spencer memandang sosiologi sebagai suatu
studi evolusi di dalam bentuknya yang paling kompleks. Di dalam
karyanya, Prinsip-prinsip Sosiologi, Spencer membagi pandangan
sosiologinya menjadi 3 bagian yaitu faktor-faktor ekstrinsik asli,
faktor intrinsik asli, faktor asal muasal seperti modifikasi
masyarakat, bahasa, pengetahuan, kebiasaan, hukum dan lembaga-lembaga.
Giddings pada tahun 1890 meringkas ajaran sistem sosial yang telah disepakati oleh Spencer sendiri adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat adalah organisme atau superorganis yang hidup berpencar-pencar.
2. Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu equilibrasi tenaga agar kekuatannya seimbang.
3. Konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
4. Rasa takut mati dalam perjuangan menjadi pangkal kontrol terhadap agama.
5. Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dan agama menjadi militerisme.
6. Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial kecil menjadi kelompok sosial lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial.
7. Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka hidup tenteram dan penuh rasa setia kawan.
2. Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu equilibrasi tenaga agar kekuatannya seimbang.
3. Konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
4. Rasa takut mati dalam perjuangan menjadi pangkal kontrol terhadap agama.
5. Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dan agama menjadi militerisme.
6. Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial kecil menjadi kelompok sosial lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial.
7. Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka hidup tenteram dan penuh rasa setia kawan.
Teori Herbert Spencer tenang Evolusi Masyarakat, Etika, dan Politik
Evolusi secara umum adalah serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan memerlukan waktu lama. Sedang evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perspektif evolusioner adalah perspektif teoretis paling awal dalam sosiologi. Perspektif evolusioner pada umumnya berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903).
Evolusi secara umum adalah serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan memerlukan waktu lama. Sedang evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perspektif evolusioner adalah perspektif teoretis paling awal dalam sosiologi. Perspektif evolusioner pada umumnya berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903).
Menurut Spencer, pribadi mempunyai
kedudukan yang dominan terhadap masyarakat. Secara generik perubahan
alamiah di dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat
sekitarnya. Kumpulan pribadi dalam kelompok/masyarakat merupakan faktor
penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya
merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi.
Spencer menempatkan individu pada
derajat otonomi tertentu dan masyarakat sebagai benda material yang
tunduk pada hukum umum/universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan
fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam
masyarakat.
Darwinisme sosial populer setelah
Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859), 9 tahun
setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya. Ia memandang
evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh
semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat
yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.
Semua teori evolusioner menilai bahwa
perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua
masyarakat. Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen). Evolusi
terjadi pada tingkat organis, anorganis, dan superorganis.
Evolusi pada sosiologi mempunyai arti
optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan,
kemudahan untuk perbaikan hidupnya. Pandangan-pandangan sosiologi
Spencer sangat dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan ilmu biologi,
terutama beberapa ahli biologi berikut ini dan pandangannya:
1. Pelajaran tentang sifat keturunan (descension) Lamarck (1909).
2. Teori seleksi dari Darwin (1859).
3. Teori tentang penemuan sel.
2. Teori seleksi dari Darwin (1859).
3. Teori tentang penemuan sel.
Membandingkan masyarakat dengan
organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detil pada semua
masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada 3
kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme:
1. pertumbuhan dalam ukurannya,
2. meningkatnya kompleksitas struktur, dan
3. diferensiasi fungsi.
2. meningkatnya kompleksitas struktur, dan
3. diferensiasi fungsi.
Teori tentang evolusi dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori yaitu:
1. Unilinear theories of evolution.
2. Universal theory of evolution.
3. Multilined theories of evolution.
2. Universal theory of evolution.
3. Multilined theories of evolution.
Spencer telah menggabungkan secara
konsisten tentang etika, moral dan pekerjaan, terutama dalam bukunya
The Principles of Ethics (1897/1898). Isu pokoknya adalah apakah etika
dan politik menguntungkan atau merugikan sosiologi. Idenya adalah untuk
memperluas metodologi individunya dan memfokuskan diri pada fernomena
level makro berdasarkan pada fenomena individu sebagai unit.
Karakteristik orang dalam asosiasi
negara diperoleh dari yang melekat pada tubuh, hukum, dan
lingkungannya. Kedekatan individu adalah pada moral sosial dan yang
lebih jauh adalah ketuhanan. Oleh karena itu orang melihat moral sebagai
jalan hidup kebenaran yang hebat.
KARL MARX
Marx, Kapitalisme, dan Komunisme
Karl Marx
tidak semata-mata menjadi seorang komunis dengan begitu saja. Banyak
tokoh yang ikut andil dan berperan dalam menjadikan Marx seorang yang
berpandangan komunisme, antara lain Hegel, Feuerbach, Smith, juga
Engels. Keempatnya, terutama filsafatnya Hegel, Feuerbach dan Engels,
sangat kental mewarnai pemikiran Marx. Secara spesifik memang
filsafatnya Hegel, yaitu yang berkaitan dengan konsep dialektik, menjadi
titik tolak pemikiran Marx meskipun Marx mengkritisi filsafat itu
karena dianggapnya sangat idealistik dan memiliki konsep yang terbalik.
Marx sendiri mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu
kepada berbagai struktur sosial yang di dalamnya tercermin konflik
sosial dan juga menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi
para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi.
Marx, juga menyoroti perkembangan dan
kebangkitan kapitalisme, di mana pandangan-pandangannya dianggap
identik dengan gerakan pembebasan kaum buruh yang miskin dan tertindas
oleh mereka yang memiliki berbagai sarana produksi, yaitu kaum borjuis.
Konflik atau pertentangan kelas serta upaya-upaya pembebasan inilah
yang menjadi titik sentral ajarannya Marx.
Dialektika dan Struktur Masyarakat Kapitalis
Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von Magnis membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.
Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von Magnis membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.
Bagi Marx, agama hanya sekedar realisasi
hakikat manusia dalam imajinasinya belaka, agama hanyalah pelarian
manusia dari penderitaan yang dialaminya. Agama inilah yang merupakan
simbol keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Marx mengadopsi
sekaligus mengkritisi dialektikanya Hegel yang dianggapnya tidak
realistik itu. Marx juga menganggap filsafatnya Hegel, yang idealistik
itu, memiliki konsep yang terbalik.
Atas hal ini, Marx mengemukakan konsep
dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai konsep struktur
sosial. Dimana di dalamnya tercermin konflik sosial dengan yang
menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan
kepada kaum buruh dalam semua proses produksi yang melibatkan dua kelas
sosial yang berbeda, proletar dan borjuis. Kelas sosial inilah yang
nantinya harus tidak ada karena, menurut Marx, pada suatu saat akan
terwujud masyarakat komunisme; yaitu masyarakat sosialis karena
runtuhnya kapitalisme, di mana di dalamnya tidak ada lagi kelas-kelas
sosial dan tidak ada lagi hak kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat
yang menjadi obsesi Marx. Untuk mewujudkan hal ini, menurutnya,
perlulah dilakukan analisis terhadap sistem ekonomi kapitalis.
EMILE DURKHEIM
Durkheim dan Fakta Sosial
Durkheim yang dikenal taat pada agama tetapi sekuler itu, dalam perjalanan ‘karirnya’ dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat dan sosiologi, seperti Montesquieu, Rosseau, Comte, Tocquueville, Spencer, dan Marx. Durkheim menyoroti solidaritas sosial sampai patologi sosial yang juga mengkaji tentang kesadaran bersama, morfologi sosial, solodaritas mekanik dan organik, perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial, termasuk solidaritas dan patologi sosial. Durkheim memang berangkat dari asumsi bahwa sosiologi itu merupakan studi mengenai berbagai fakta sosial di mana di dalamnya ia menguraikan mengenai konsep sosiologinya serta berbagai karakteristik dari fakta-fakta sosial dimaksud.
Durkheim yang dikenal taat pada agama tetapi sekuler itu, dalam perjalanan ‘karirnya’ dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat dan sosiologi, seperti Montesquieu, Rosseau, Comte, Tocquueville, Spencer, dan Marx. Durkheim menyoroti solidaritas sosial sampai patologi sosial yang juga mengkaji tentang kesadaran bersama, morfologi sosial, solodaritas mekanik dan organik, perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial, termasuk solidaritas dan patologi sosial. Durkheim memang berangkat dari asumsi bahwa sosiologi itu merupakan studi mengenai berbagai fakta sosial di mana di dalamnya ia menguraikan mengenai konsep sosiologinya serta berbagai karakteristik dari fakta-fakta sosial dimaksud.
Ia juga menjelaskanmengenai cara-cara
mengobservasi berbagai fakta sosial dengan melakukan analisi
sosiologis. Sedangkan mengenai fenomena moralitas yang menyangkut
berbagai keyakinan, nilai-nilai, dan dogma-dogma (yang membentuk
realitas metafisik) ia dekati juga dengan menggunakan metode ilmu
pengetahuan. Durkheim memang sepaham dengan pemikiran Comte bahwa ilmu
pengetahuan itu haruslah dapat membuat manusia hidup nyaman. Upayanya
untuk memahami berbagai fenomena bunuh diri melahirkan salah satu karya
besarnya Suicide (’Bunuh Diri’)
MAX WEBER
Riwayat Hidup dan Sosiologi Max Weber
Max Weber adalah seorang sosiolog besar yang ahli kebudayaan, politik, hukum, dan ekonomi. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif. Makalah-makalahnya dimuat di berbagai majalah, bahkan ia menulis beberapa buku. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904) merupakan salah satu bukunya yang terkenal. Dalam buku tersebut dikemukakan tesisnya yang sangat terkenal, yaitu mengenai kaitan antara Etika Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat.
Max Weber adalah seorang sosiolog besar yang ahli kebudayaan, politik, hukum, dan ekonomi. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif. Makalah-makalahnya dimuat di berbagai majalah, bahkan ia menulis beberapa buku. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904) merupakan salah satu bukunya yang terkenal. Dalam buku tersebut dikemukakan tesisnya yang sangat terkenal, yaitu mengenai kaitan antara Etika Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat.
Sejak Weber memperkenalkannya pada tahun
1905 tesis yang memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara
ajaran agama dengan perilaku ekonomi, sampai sekarang masih merangsang
berbagai perdebatan dan penelitian empiris. Tesisnya dipertentangkan
dengan teori Karl Marx tentang kapitalisme, demikian pula dasar
asumsinya dipersoalkan, kemudian ketepatan interpretasi sejarahnya juga
digugat. Samuelson, ahli sejarah ekonomi Swedia, tanpa segan-segan
menolak dengan keras keseluruhan tesis Weber. Dikatakannya dari
penelitian sejarah tak bisa ditemukan dukungan untuk teori Weber
tentang kesejajaran doktrin Protestanisme dengan kapitalisme dan konsep
tentang korelasi antara agama dan tingkah laku ekonomis. Hampir semua
bukti membantahnya.
Weber sebenarnya hidup tatkala Eropa
Barat sedang menjurus ke arah pertumbuhan kapitalisme modern. Situasi
sedemikian ini barangkali yang mendorongnya untuk mencari sebab-sebab
hubungan antar tingkah laku agama dan ekonomi, terutama di masyarakat
Eropa Barat yang mayoritas memeluk agama Protestan. Apa yang menjadi
bahan perhatian Weber dalam hal ini sesungguhnya juga sudah menjadi
perhatian Karl Marx, di mana pertumbuhan kapitalisme modern pada masa
itu telah menimbulkan keguncangan-keguncangan hebat di lapangan
kehidupan sosial masyarakat Eropa Barat.
Marx dalam persoalan ini mengkhususkan
perhatiannya terhadap sistem produksi dan perkembangan teknologi, yang
menurut beliau akibat perkembangan itu telah menimbulkan dua kelas
masyarakat, yaitu kelas yang terdiri dari sejumlah kecil orang-orang
yang memiliki modal dan yang dengan modal yang sedemikian itu lalu
menguasai alat-alat produksi, di satu pihak dan orang-orang yang tidak
memiliki modal/alat-alat produksi di pihak lain. Golongan pertama, yang
disebutnya kaum borjuis itu, secara terus menerus berusaha untuk
memperoleh untung yang lebih besar yang tidak di gunakan untuk konsumsi,
melainkan untuk mengembangkan modal yang sudah mereka miliki.
Muncul dan berkembangnya Kapitalisme di
Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan Sekte
Calvinisme dalam agama Protestan. Argumennya adalah ajaran Calvinisme
mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur. Hal itu
hanya dapat dicapai dengan usaha dan kerja keras dari individu itu
sendiri.
Ajaran Calvinisme mewajibkan umatnya
hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan, apalagi digunakan
untuk berpoya-poya. Akibat ajaran Kalvinisme, para penganut agama ini
menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka perolehnya dari
hasil usaha tidak dikonsumsikan, melainkan ditanamkan kembali dalam
usaha mereka. Melalui cara seperti itulah, kapitalisme di Eropa Barat
berkembang. Demikian menurut Weber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar